LEGONG KLASIK GAYA BEDULU : UPAYA REVITALISASI

Pertunjukan, Tayang Documentary & Timbang Pandang
Minggu 23 April 2017, pukul 19.00 WITA

Legong merupakan tarian klasik yang mula-mula berkembang di lingkungan istana (keraton) di Bali serta diperkirakan telah ada sejak abad ke 19. Sebagaimana diyakini dalam Babad Dalem Sukawati, tari Legong ini bermula dari mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M. Dalam mimpinya ketika bertapa di Pura Jogan Agung, Ketewel, ia menyaksikan bidadari menari gemulai mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari emas. Ketika pertama kali dipentaskan, tarian ini disebut Sang Hyang Legong.

Selaras perkembangannya, jenis tari Legong inipun kian beragam. Setidaknya ada 18 jenis tari legong, di antaranya ialah Legong Lasem, Kupu-Kupu Tarum, Jobog, Kuntul, Legod Bawa, Smarandhana, Andir, Condong, Legong Tombol, dan lain-lain. Namun sayangnya, hanya sebagian dari jenis tari Legong yang masih lestari hingga kini.

Salah satu jenis tari Legong Klasik yang memiliki sejarah panjang ialah Legong Bedulu yang diyakini telah lahir dan berkembang sedari tahun 1920-an di Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar , Bali. Sejumlah pelatih dari luar Bedulu bahkan didatangkan untuk mengembangkan tari Legong ini, antara penari Anak Agung Rai Perit (Pajenengan) dan I Dewa Ketut Blacing, serta penabuh I Wayan Lotring untuk menyempurnakan instrumen tabuh palegongan Legong Bedulu ini.

Sedini mula perkembangannya hingga kini terdapat setidaknya 5 generasi penari Legong Bedulu. Generasi pertama antara lain; I Camplung, I Pukel dan I Ciglek. Generasi kedua I Gusti Putu Brenis, I Resi dan I Lambon. Generasi kedua (1950-1955), I Gusti Putu Pratik, I Nyoman Losin dan I Klaga. Generasi keempat, I Lemes, I Nyoman Pasti dan I Gusti Ketut Kantun. Generasi kelima, I Gusti Ayu Ketut Kartikawati, I Gusti Ayu Okaweli dan I Gusti Putu Ngempot.

Rentang waktu peralihan antar generasi ini terbilang cukup jauh, disebabkan pada tahun 1980-an seni Legong Klasik Bedulu ini sempat hampir punah. Bermula dari keprihatinan penari I Gusti Putu Sumarsana, sejumlah seniman dan sesepuh tari Bedulu seperti I Gusti Made Sudiarsa, I Ciglek (almarhum), I Pukel (almarhum), I Gusti Putu Mandor (almarhum), I Liwat dan I Gusti Made Oka, berupaya melakukan rekonstruksi tari Legong Bedulu ini. Kala itu, bersama sekeha Ganda Manik, berhasil direkonstruksi sejumlah tari dan tabuh, antara lain: Tari Legong Kupu-Kupu Tarum, Tari Legong Lasem, Tabuh Dang dan Tabuh Solo Bandung.

Upaya rekonstruksi tersebut kemudian dilanjutkan oleh sekeha Bali Ganda Sari dan berhasil merevitalisasi sejumlah tari dan tabuh antara lain: Tari Legong Kupu-Kupu Tarum, Tari Legong Lasem, Tari Legong Kuntul, Tari Legong Semarandana, Tabuh Dang, Tabuh Sekar Gendot dan Tabuh Solo Bandung. Selain itu, upaya rekonstruksi dan revitalisasi terhadap Legong Klasik Bedulu ini sejatinya juga dilakukan oleh berbagai pihak dengan tujuan utama untuk mewariskan kekayaan kultural Bali tersebut kepada generasi berikutnya.

Untuk memaknai upaya revitalisasi terhadap Legong Klasik Bedulu ini, Sekehe Bali Ganda Sari bekerjasama dengan Bentara Budaya Bali menggelar pertunjukan, pemutaran dokumenter dan dialog. Kali ini akan ditampilkan Tari Legong Lasem Gaya Bedulu, Legong Kupu-Kupu Tarum dan Tabuh Dang, sebuah tabuh pelegongan gaya Bedulu yang direkonstruksi pada tahun 1995. Sebagai narasumber dialog adalah I Gusti Putu Sudarta dan I Gusti Made Sudiarsa.

I Gusti Putu Sudarta lahir dari keluarga seniman di desa Bedulu, Gianyar. Dari kecil sudah akrab dengan gamelan dan menggeluti Gender wayang, berguru kepada maestro gender wayang seperti Nang Dauh Lanus (almarhum) dari Bedulu, Nang Racik atau dikenal dengan Nang Gobiah (almarhum) dari Tangkulak yang merupakan murid dari master gender I Wayan Loceng (almarhum) dari Sukawati. Ia melanjutkan sekolah di SMKI Denpasar dengan mengambil jurusan pedalangan. Menjadi pengajar di Jurusan Pedalangan STSI Denpasar (1993) dan menyelesaikan jenjang S2 di Pasca Sarjana ISI Surakarta bidang Penciptaan Seni (2008). Ia kerap diundang dalam berbagai festival seni, seminar, inter-cultural experimental music dan theater collaborations. Berkolaborasi dengan Takagi Kan (1997), Nagel Jamison (Director) dan Paul Grabowski (composer) Performing Lines Company Australia dalam produksi Theft of Sita yang dipentaskan di Adelaide Festival, Melbourne Festival, Wanggaratta Jazz Festival (2000), Patrick Dazen dan Christop Dazen dalam Bali Bioskop garapan wayang dengan video animasi yang dipentaskan dalam La Batie Festival (Swiss) dan Botanical Garden festival (Belgium).

Sebagai dosen Sudarta pernah diundang sebagai Visiting Professor di University of Richmond Virginia Amerika (2007), Ethnomusicology Lecture Performance Di Taipei National University Taiwan (2008). Garapan Virtuel Puppet Wayang Jataka yang merupakan kolaborasi dengan artis Andy McGraw (composer) dan Eight Blackbird (musisi) dan Semi Riyu (Virtuel Puppet) yang dipentaskan dalam Third Practice Festival Richmond Virginia. Menggarap Kecak Arjuna Tapa kolaborasi dengan Dance Department Taipei National University of The Arts yang dipentaskan di Quandu festival Taipei (2010) dan Garapan Kecak Cupu Manik Asta Gina yang dipentaskan di Chiang Kay Shek Memorial Hall Taipei. Visiting Scholar Summer Semester di University of Richmond (2016) dan pentas kolaborasi Shadow Ballads Kidung Pertiwi (art director) dengan Anna Regina, Elizabeth (Appalachian artist), Andy McGraw, Hannah (Amerika), Peni Candra Rini dan Danis Sugianto (Jawa) yang dipagelarkan di Wake Forest, Bucknell, Cornell, New York, Washington DC (2016).

I Gusti Made Sudiarsa lahir di Bedulu, 30 Juli 1969.Pernah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di kantor RRI Denpasar (1989-1995). Sedari muda telah bersentuhan dengan seni gamelan Gender Wayang. Dari tahun 1980 terlibat dalam sekeha Legong Ganda Manik dan aktif melakukan pementasan. Pada tahun 1987 ia pernah berpentas bersama group tari kontemporer dari Australia yang diadakan di stage Mandala Wisata Bedulu. Ia kemudian mendirikan Sanggar Bali Ganda Sari pada tahun 1996.

2 responses to “LEGONG KLASIK GAYA BEDULU : UPAYA REVITALISASI

Tinggalkan komentar