ABSTRACT IS?

Seni Lukis Abstrak Dalam Alam Kreativitas Tujuh Perupa

Tujuh orang perupa yang tampil dalam pameran yang berjudul “Abstract Is?” ini adalah generasi perupa  yang tumbuh dan mengenyam pendidikan seni rupa secara akademik  pada dekade 2000an awal hingga yang termuda  ada satu orang yang masih menempuh studi . Ketujuh perupa ini  juga berasal dari perguruan tinggi yang berbeda. Tien Hong dan Agus Murdika adalah alumni dari ISI Denpasar, Kenak Dwi Adnyana dan Sastra Wibawa adalah alumni dari ISI Yogyakarta,  Adi Wirawan dan Darmanegara adalah alumni dari Undiksha Singaraja. Sedangkan Wayan Piki Suyestra saat ini masih menempuh studi di ISI Yogyakarta.

Hari ini, di tengah tengah seni rupa Indonesia yang menunjukkan pluralitas gagasan  para perupanya. Tujuh  orang perupa muda ini adalah mencoba mempresentasikan capaian capaian eksplorasi mereka pada kecenderungan pemilihan bahasa ungkap  abstrak  dalam sebuah pameran bersama.  Sebagai perupa muda yang memilih wilayah eksplorasi pada seni lukis  abstrak  yang tampil dalam pameran bersama ini, secara tidak langsung memberikan peluang bagi apresiator pameran ini untuk melihat bagaimana perkembangan dan regenerasi yang terjadi dalam ranah seni lukis abstrak Bali.

“Abstract Is?” Adalah sebuah frame kuratorial yang mencoba untuk mengajak para peserta pameran yang terdiri dari tujuh orang perupa muda Bali yang memiliki kecenderungan berkarya pada jalur seni lukis abstrak   untuk mempresentasikan  proses kreatif mereka dalam berkarya di jalur seni lukis abstrak . Bagaimanakah ke tujuh orang perupa muda ini  yakni Kadek Darma Negara, Made Kenak Dwi Adnyana, I Komang Trisno Adi Wirawan, Tien Hong, Ketut Agus Murdika, I Putu Sastra Wibawa, dan I Wayan Piki Suyestra dalam memandang dan memaknai seni lukis abstrak  yang mereka pilih sebagai bahasa ungkap yang saat ini sedang mereka geluti.

Pameran ini adalah  salah satu jalan untuk mempresentasikan pernyataan perupa atas karyanya. Seni abstrak dalam sejarahnya sangat identik dengan formalisme estetik dalam seni rupa dimana seni abstrak sarat dengan ekspresi personal seniman dalam ranah kerupaan yang esensial. Garis warna bidang tekstur ruang,  serta unsur rupa dan unsur estetik lainya kerap menjadi hal yang paling sering dibahas atau diwacanakan ketika mengapresiasi karya seni abstrak sehingga sekali lagi seni abstrak sangat lekat dengan persoalan formalisme. Pernyataan seniman dalam seni abstrak kerap terkunci pada ungkapan kerupaan. Sehingga menjadi menarik kemudian jika statement – statement perupa juga ditelisik lebih jauh  untuk menjelaskan lebih jauh perkara kerupaan yang mereka tampilkan dalam pameran ini. Sehingga dalam katalog pameran selain akan menghadirkan karya juga akan menghadirkan pernyataan seniman secara tertulis ihwal bagaimana mereka memandang seni abstrak maupun abstraksi yang menjadi kecenderungan tujuh perupa muda ini.

Menelisik karya – karya yang ditampilkan ketujuh  perupa muda ini terbaca ihwal pilihan kecenderungan bahasa visual beserta gagasan gagasan yang menjadi fokus eksplorasi mereka selama ini. Sebagian memilih pendekatan yang abstraktif, dimana unsur unsur representasi alam masih terlihat di dalam karya mereka. Lihat misalnya karya Kadek Darmanegara yang menunjukkan abstraksi atas image  bukit , batu, ataupun rumah. Yang juga menarik pada karya karya Darmanegara yang ditampilkan dalam pameran ini adalah persoalan presentasi karyanya Ia menghadirkan karya pada susunan bidang bidang kanvas  terpisah membentuk satu gugusan komposisi  karya dengan potongan karya berbentuk lingkaran yang menjadi pusat gugusan itu, selain mengabstraksi image image representasional berupa batu, rumah, bukit dll darma sekaligus sedang bereksplorasi dengan persoalan “cara” presentasi dalam seni lukis  .

Selanjutknya kita akan  melihat karya karya Made Kenak Dwi Adnyana  secara kasat mata karya Kenak akan sangat mudah terjustifikasi sebagai sebentuk karya yang menghadirkan representasi soal alam, image image yang ada dalam karyanya sangat mudah menggiring pembaca untuk melihatnya sebagai gunung, , bidang bidang geometric berbentuk balok yang sekilas terbaca sebagai abstraksi dari gedung gedung pencakar langit . Namun  ada lapisan gagasan yang lain yang coba Kenak hadirkan dalam karyanya yakni ihwal  persepsi . Kenak sedang memainkan persepsi apresiator  yang melihat karyanya,  ia sesungguhnya tidak melukis gunung ataupun daun maupun objek objek repesentasi lainya .  Image bertekstur yang tampak seperti gunung bagi kenak adalah sebentuk olah visual yang multi interpretatif Ia bisa menjadi gunung namun sekaligus juga bisa dimaknai sebagai bidang bertekstur. Inilah gagasan yang Kenak hendak sampaikan dalam karyanya yakni ihwal persepsi yang dilandasi oleh sebuah gagasan yang ia istilahkan sebagai “realitas semu”.

Ketut Agus  Murdika menghadirkan karya – karya abstrak yang memperlihatkan persoalan eksplorasi  medium. Karya – karyanya kali ini memasukkan unsur medium logam, ini menunjukkan upayanya dalam mempertanyakan batas batas medium  dalam seni lukis. Ia sedang mencoba mengeksplorasi kemungkinan kemungkinan medium semisal plat logam dengan segala karakteristiknya untuk dihadirkan dalam sebuah karya abstrak. Eksplorasi yang Dangap lakukan akan segera berhadapan dengan karakteristik medium plat  logam itu sendiri  yang memiliki berbagai kemungkinan dan karakteristik visual yang sesungguhnya merupakan  dapat terus digali dan diolah lebih jauh olehnya.

Komang Trisno Adi Wirawan menghadirkan karya yang cenderung puitik. Garis yang hadir pada karyanya mengkonstruksi abstraksi image tangga. Abstraksi tangga dan juga sapuan sapuan bidang serta garis garis yang berasosiasi membentuk teks teks tertentu secara artistic menghadirkan suasana yang hening, puitik namun sekaligus bergairah dalam sapuan bidang merah menyala yang menjadi warna yang dominan pada karyanya.  Namun karya Adi Wirawan pada lapisan berikutnya juga menjadi sebentuk pernyataan simbolik khususnya ketika kita menelisik lebih jauh soal image tangga yang hadir dalam karyanya. Tangga menjadi simbol bagaimana manusia menapaki perjalanan hidupnya.

Sedangkan Tien Hong dalam karya karya abstrak yang ditampilkan lebih didasari oleh konsep dasar keperupaanya yakni mencari esensi yang mendasar dalam seni rupa.  Persoalan kerupaan menjadi dasar pijakan utama yang memotivasi dirinya dalam menghadirkan karya. Ia suntuk dalam eksplorasi – eksplorasi atas elemen elemen dasar seni rupa , titik, garis, warna,bidang, dan lain sebagainya. Kesuntukanya dalam mengeksplorasi unsur unsur seni rupa itu menimbulkan suatu keasikan tersendiri dalam dirinya. Daya kejut sebagai hasil dari proses eksplorasi itu tampaknya menjadi sensasi yang sedang dikejar dan dicari oleh Tien Hong dalam berkarya. Ia merasa menemukan kebebasan dalam seni abstrak.

Putu Sastra Wibawa menghadirkan karya yang berupaya memadukan antara unsur abstrak ekspresionis dan abstrak geometrik. Yang menarik dari karya Putu selain pada tampilan karyanya juga pada proses yang melatarbelakangi karyanya. Karya Putu yang tampak abstrak itu hadir dari sebuah proses layaknya pelukis realis. Efek efek abstrak ekspresionis yang ia tampilkan dalam karyanya adalah salinan efek visual  dari palet cat yang dikeringkan selanjutnya ia menggabungkan efek palet cat yang kering itu dengan karya karya abstrak geometrik  yang ia geluti sebelumnya. Karya karya putu menunjukkan satu olah visual yang ekletik dua karakteristik visual yakni abstrak ekspresionis dan abstrak geometris ia gabungkan dan hadirkan dalam satu karya. Menurut Putu karya yang ia hadirkan saat ini layaknya masakan yang disusun dari berbagai elemen bahan yang berbeda ia meramunya dan membentuk sebuah harmoni. Tidak ada muatan muatan kontekstual tertentu yang coba Putu sampaikan dalam olah visualnya tercebut . Putu ingn mengeksplorsi elemen elemen rupa itu seluas luasnya dan membiarkan elemen elemen rupa itu hadir membentuk harmoni visual.

Wayan Piki Suyesra  menampilkan sapuan sapuan kuas yang  berirama dalam karya karyanya. Dengan pilihannya menekuni karya yang cenderung abstrak ekspresionistik ini Piki sedang berupaya menangkap irama alam. Sapuan sapuan kuas dengan tekanan tekanan yang berirama adalah pengendapan gagasanya dalam memvisualkan gejolak alam. Karya karyanya tampak mengalir dalam sapuan kuas yang cenderung atertib, liar , bebas, namun sekaligus terkontrol dalam kesatuan harmoni visual. Ia berupaya mencerap sisi misterius dari fenomena alam yang terkadang tenang tapi terkadang bergejolak.

Demikian sekelumit pembacaan saya atas karya karya yang ditampilkan oleh tujuh orang perupa yang berpameran bersama dalam frame kuratorial ”Abstract Is?” ini. Pameran ini sekali lagi adalah sebuah upaya dari para perupa yang tampil dalam pameran ini dalam mempresentasikan gagasan gagasanya yang tertuang dalam karya ihwal kecenderungan nseni lukis abstrak yang mereka tekuni saat ini. Bagaimanakah mereka memandang , memaknai, dan kemudian mengartikulasikanya dalam karya masing masing? Mari kita simak dan apresiasi bersama karya – karya yang terpampang di dinding ruang pameran ini.

I Made Susanta Dwitanaya