Diskusi Seni Rupa “Dunia Seniman Terpinggirkan

Diskusi Seni Rupa
DUNIA SENIMAN TERPINGGIRKAN
Minggu, 21 Desember 2014, Pukul 18.30 WITA

Mereka yang dianggap menderita gangguan mental seringkali dikucilkan atau dipinggirkan oleh masyarakat sekitarnya. Para penderita skizofrenia ini bahkan kerap kali menerima perlakuan tidak manusiawi (dipasung). Di sisi lain, fenomena tersebut berdampak sangat mencekam pada keluarga dan lingkungan sekitar, sehingga melahirkan aneka problematik yang tak jarang berakhir dengan kekerasan, baik oleh si penderita maupun oleh keluarga ataupun masyarakat yang mengucilkannya.

Sejalan dengan pameran outsider art dua perupa Pak Wi dan Ni Tanjung, diadakan dialog menelaah perihal keberadaan seniman-seniman terpinggirkan atau outsider art, yang mencipta dan berkarya di ambang batas ketaksadaran. Dalam dunia senirupa, dikenal dengan istilah art brut, yang dalam kesejarahannya juga mewarnai kehidupan seni secara keseluruhan. Bahkan, telah berdiri museum art brut di Lausanne, Swiss, yang mengoleksi karya-karya yang diciptakan oleh mereka yang dipandang mengalami gangguan psikis atau skizofrenia, termasuk juga karya-karya Ni Tanjung, yang belum lama ini dipamerkan besar-besaran di sana.

Diskusi kali ini juga didasari oleh peristiwa pada bulan Agustus 2014, yakni pameran fotografi internasional di BBB mengenai fenomena orang-orang terpasung. Melalui kacamata 13 fotografer lintas negara tersebut dihadirkan beragam ekspresi penderita gangguan mental, suasana lingkungan terpasung, peralatan pasungan, kondisi tubuh terpasung, penanganan medis, hingga kesembuhan, yang tujuan utama yaitu sebagai sebentuk seni penyadaran.

Dialog kali ini akan mendiskusi perihal posisi para seniman yang terpinggirkan tersebut dalam dunia seni rupa Indonesia bahkan dunia, termasuk perkembangan seni rupa art brut internasional. Sungguhkan seni-seni yang dianggap art brut atau yang sepenuhnya mencerminkan orisinalitas senimannya hanya dapat dilahirkan melalui fenomena gangguan mental atau alam bawah sadar?

Sebagai pembicara adalah Nawa Tunggal dan kurator George Bregguet.

Tinggalkan komentar